
Foto: Goethe-Institut Indonesien/Dimas
Gastblogger Dimas bercerita tentang pendapatan dan pajak apa saja yang harus dibayarnya.
Foto: Goethe-Institut Indonesien/Dimas Abdirama
Kali ini, saya akan membahas salah satu ciri khas negara Jerman: RUMIT. Ya, Jerman memang terkenal dengan segala aturan-aturan yang rumit didalamnya. Walaupun demikian, kerumitan ini sebenarnya bertujuan untuk memudahkan kita. Kok bisa?
Berawal saat pertama kali saya memperoleh gaji sebagai peneliti. Kolega-kolega saya menyarankan untuk membaca
Nettoverdienstbescheinigung (surat keterangan gaji bersih) dengan seksama, serta mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pendapatan dan pajak. Selain gaji utama, biasanya kita juga mendapatkan pemasukan tambahan atau bonus yang ditetapkan
Arbeitsgeber (pemberi kerja), yang disebut
Zulage atau
Zuschlag. Setelah seluruhnya dijumlah, hasil tersebut akan dikenakan pajak yang besarnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Di Jerman, seorang
Arbeitsnehmer (penerima kerja) akan dibebankan pajak sesuai dengan kelas pajak pendapatan
(Lohnsteuerklasse).
Ada beberapa kelas pajak,
Lohnsteuerklasse I, II, III, IV, V, hingga VI, tergantung status pekerjaan dan status pernikahan. Besaran pajak yang diambil pada masing-masing kelas pajak juga berbeda. Misalnya, bagi yang sudah menikah dan memiliki tanggungan keluarga
(Lohnsteuerklasse III), besaran anggaran yang dikenakan jauh lebih kecil ketimbang yang belum menikah
(Lohnsteuerklasse I). Meski lumayan rumit, di laman website
Bundesministerium für Finanzen (Menteri Keuangan Jerman) kita dapat menghitung pajak secara online.
Foto: Goethe-Institut Indonesien/Dimas Abdirama
Besaran pajak pendapatan biasanya langsung ditarik dari
Arbeitsgeber pemberi kerja, sehingga gaji yang kita peroleh sudah terpotong pajak. Namun ada kalanya jumlah pajak pendapatan yang ditarik terlalu besar dari jumlah pajak yang semestinya harus kita bayar, karena ada hal-hal yang dapat meringankan besaran pajak kita seperti misalnya pengeluaran yang kita perlukan untuk pekerjaan kita, tiket transportasi menuju tempat kerja, adanya pajak lain yang dikenakan kepada kita, uang yang keluar untuk amal
(Spende), dan lain-lain.
Oleh sebab itu, kita perlu melakukan proses perhitungan ulang berapa besar pajak yang memang semestinya dibayar
(Steuererklärung). Proses ini dilakukan di
Finanzamt (Kantor Keuangan) dengan menunjukkan bukti-bukti, seperti kuitansi pembelian barang, rekening bank, surat keterangan gaji bersih dan lainnya. Lagi-lagi, meski rumit hal ini justru bertujuan membantu kita mendapatkan setiap sen pendapatan yang memang seharusnya tidak dikenakan pajak.
Foto: Goethe-Institut Indonesien/Dimas Abdirama
Selain pajak, ternyata ada pemotongan-pemotongan lain dari pendapatan kita, misalnya
Solidaritätszuschlag (biaya solidaritas yang ditujukan misalnya untuk pembangungan Jerman Timur setelah penyatuan Jerman atau pembiayaan negara-negara Uni Eropa yang membutuhkan bantuan keuangan,
Krankenversicherung (jaminan kesehatan),
Pflegeversicherung (jaminan perawatan),
Rentenversicherung (jaminan hari tua) dan
Sozialversicherung (jaminan sosial). Uang dari pemotongan-pemotongan tersebut tentunya bisa didapatkan kembali, baik dalam bentuk langsung maupun tidak, ketika kita membutuhkannya.
Rumit memang, tapi kalau kita mau bertanya dan menggali lebih banyak informasi, sebenarnya kita dapat mengerjakannya dengan mudah. Kita juga bisa menggunakan jasa
Steuerberater (konsultan pajak) untuk membantu memberikan informasi, sekaligus menyelesaikan semua urusan pendapatan dan perpajakan.

Links Tipp:
Bundesministerium für Finanzen-Menteri Keuangan Jerman